Translate

Jumat, 15 Juni 2012

MIDAI ISLAND

          Pulau Midai salah satu pulau terluar negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pulau yang terletak di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), berpotensi tinggi terhadap masalah abrasi pantai. Pulau Midai satu dari 141 pulau di Kepri, juga termasuk pulau perbatasan, akankah terhapus dari peta NKRI?

Betapa kekhawatiran akan terjadinya bencana selalu mengintai setiap saat. Di beberapa lokasi di Pulau Midai terkena kerusakan lingkungan akibat abrasi pantai.

Beberapa aktifitas ekonomi masyarakat turut memperparah kondisi alam Pulau Midai. Penambangan pasir tepat dibibir pantai berjalan pelan tapi pasti menggerus bibir pantai yang semakin naik ke daratan.

Pemerintah kabupaten Natuna sendiri sudah melakukan survei terhadap potensi bencana Pulau Midai. Melalui Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan masyarakat (Baskesbang) Natuna bekerja sama dengan Badan Geologi Bandung tahun 2011 melakukan pemetaan daerah rawan bencana di Kabupaten Natuna.

Hasilnya, khusus abrasi pantai di lokasi Suak Besar, kerusakan akibat abrasi sepanjang kurang lebih 500 m. Kedua, di lokasi pantai Kampung Sabang Muluk dan lokasi pantai yang berjarak satu kilometer ke arah timur termasuk Desa Air Kumpai. Kerusakan pantai sepanjang kurang lebih 200 m.


Hal ini disebabkan karena terlanda arus pasang surut dan gelombang pasang laut selama musim utara yang arahnya hampir tegak lurus menuju daratan. Abrasi tersebut telah mengikis dan merusak lahan perkebunan kelapa, sedangkan badan jalan masih cukup aman karena letaknya sekitar 10 m dari garis pantai. Namun, dikedua lokasi tersebut merupakan kondisi tahun 2011.

"Daratan hanya satu persen dari keseluruhan luas kabupaten Natuna," ujar Primul, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Barisan Pemuda Penyelamat Abrasi (BP2A) Kecamatan Pulau Midai.

Lembaga yang dipimpin Primul merupakan lembaga yang aktif melakukan penanaman pohon bakau di keliling Pulau Midai.

"Kami memiliki program satu juta pohon tahun 2012," kata Primul lagi.

Program satu juta pohon sudah dimulai sejak tahun 2008, yang permulaannya masih secara swadaya. Namun sekarang sudah dibantu oleh Pemkab Natuna.

"Hingga saat ini, tambahnya sudah mencapai 500.000 pohon bakau yang ditanam, namun hanya 350.000 yang tumbuh. Kami menanam di lima baris dari jarak aman garis pantai, sekitar 500 meter," jelas Primul.

Kondisi pantai yang sudah terkena abrasi di Pulau Midai menurutnya sudah ditingkat paling parah.

Setiap tahun Natuna dihantam gelombang musim utara yang mencapai tiga hingga empat meter, tidak terkecuali Pulau Midai yang berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan tanpa ada pelindung pulau lain ataupun batu-batu besar yang bisa memecah gelombang sebelum sampai ke bibir pantai.

Jadi, menurutnya tidak mustahil abrasi pantai akan terus berlangsung, apalagi didukung oleh aktivitas masyarakat yang menunjang abrasi pantai itu sendiri.

"Penambangan tradisional terhadap pasir di bibir pantai yang kini terus berlangsung turut merusak lingkungan. Di beberapa lokasi secara manual saja setiap tahun abrasi mencapai 20 cm," ujarnya.

Jika tidak dilakukan upaya-upaya lain oleh pihak berwenang, tidak mustahil Pulau Midai akan semakin berkurang luasnya dan akhirnya dapat ditebak bencana apa yang akan terjadi.

Diketahui dari survey Baskesbang, bentuk Pulau Midai hampir persegi panjang, panjang pulau (berarah barat-timur) kurang lebih tujuh km dan lebarnya rata-rata empat km.

Secara administratif, Pulau Midai terbagi atas satu kelurahan dan lima desa, yakni Kelurahan Sabang Barat, Desa Air Putih, Desa Sebelat, Desa Gunung Jambat, Desa Batu Belanak dan Desa Air Kumpai.

Secara morfologi pula, Pulau Midai merupakan pulau yang dibentuk oleh suatu tubuh gunung api, yaitu secara berangsur dari pedataran pantai yang relatif sempit hingga daerah perbukitan di bagian tengah pulau. Ketinggian daerah perbukitan berkisar dari beberapa puluh meter hingga 140 m.

Jenis kebencanaan yang terdapat di Kecamatan Midai adalah abrasi pantai dan longsor. Akibat longsor ini di dua areal tanah yang terjadi di Desa Air Putih. Telah mengakibatkan jalan desa sepanjang 10 m mengalami retak dan belah karena pondasi jalan ikut melongsor dan satu buah rumah penduduk yang berada pada kaki lereng perbukitan menjadi terancam.

Peringatan Hari Lingkungan sedunia yang jatuh tepat 5 Juni 2012 , Selasa United Nations Environment Programme (UNEP) mengangkat tema "Green economy: does it onclude you".

Sementara dalam sambutan Hari Lingkungan se-dunia, Menteri Negara Lingkungan Hidup (Meneg LH), Balthasar Kambuaya menekankan pentingnya pelaksanaan ekonomi hijau oleh semua orang sesuai dengan proporsinya masing-masing baik pada tingkatan global, nasional hingga individu. Kunci dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup adalah peran serta dari semua komponen masyarakat.

Mengutip sambutan Meneg LH itu, patutlah kiranya menjadi renungan dalam lingkup aktivitas masyarakat di Pulau Midai terkait penambangan pasir tepat di bibir pantai. Karena dalam kenyataannya aktivitas ekonomi ini penyumbang dalam abrasi pantai yang akan merusak lingkungan.

Belum lagi, mengingat letaknya yang unik, Pulau Midai terpaksa menerima hantaman gelombang musim utara setiap tahunnya yang juga menjadi bahaya langganan untuk abrasi pantai.

Tanggapan serius datang pula dari warga Pulau Midai yang kini memegang amanah sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Natuna, Hadi Chandra.

Chandra mengakui jika abrasi Pulau Midai berada ditingkat paling parah, senada dengan survei Baskesbang bahwa Pulau Midai berpotensi tinggi terhadap masalah abrasi pantai.

"Untuk itu kami sudah membicarakan dengan pihak-pihak terkait dan akan memasukkan kegiatan pemecah ombak di APBD-P tahun 2012 ini," ungkapnya.

Akan dipasang batu-batu besar di titik-titik tertentu dari sekitar pantai hingga mengarah ke laut, dalam artian mengembalikan ke kondisi awal Pulau Midai, dimana dulu banyak batu-batu besar sebagai pemecah ombak.

Sementara terkait aktivitas masyarakat, menambang pasir di bibir pantai Chandra memberikan solusi untuk mengambil pasir ke laut untuk keperluan material bangunan di Pulau Midai.

"Tetapi, apapun kondisinya Pulau Midai harus mendapat perhatian dari pemerintah dalam hal ini bupati Natuna dan jajarannya agar kerusakan lingkungan tidak semakin berat," harapnya.

"Jika memang setiap tahun daratan terkikis 20 centimeter, bukan tidak mungkin ramalan Pulau Midai akan hilang benar," ujarnya mengusik ketenangannya sebagai warga asli Pulau Midai dengan suara sedikit pelan. 
Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © 2012
Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar